
Sepeda motor listrik Gesits produksi anak bangsa [Foto: gesitsmotors.com - LISTRIK INDONESIA]
Listrik Indonesia - Kesiapan industri otomotif Indonesia memproduksi sepeda motor listrik guna mengisi pasar dalam negeri, cukup baik.
Produsen siap memenuhi demand atas mulainya perubahan gaya hidup masyarakat yang makin menyukai sepeda motor listrik. Kesadaran untuk turut melestarikan lingkungan membuat sebagian warga sebisa mungkin menghindari sepeda motor berbasis BBM fosil.
General Manager Sales and Marketing PT Wika Industri Manufaktur (WIMA) Abdullah Alwi menegaskan hal itu saat menjadi narasumber webinar #1 PLN Innovation and Competition in Electricity (PLN ICE) 2021 bertema Electrifying Lifestyle yang Bebas Emisi dan Ramah Lingkungan, Senin, 13 April 2021.
Webinar yang diikuti lebih 800 peserta yang dibuka Direktur Utama (Dirut) PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini menghadirkan pembicara kunci Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Selain Alwi, pembicara lainnya Sales Director PT Hyundai Mobil Indonesia Erwin Djajadiputra dan Direktor Maspion Group Jacobus L. Salim.
Alwi mengemukakan total kapasitas produksi sepeda motor listrik dalam negeri hari ini mencapai 877 ribu per tahun. "Wika sendiri sekarang memproduksi 50 ribu dalam setahun, dan akan dikembangkan hingga mencapai 200 ribu per tahun," katanya.
BACA JUGA: Kemenperin Dorong Percepatan Industri Motor Listrik
WIMA adalah anak usaha PT Wika Industri & Konstruksi (WIKON) yang sejak 1994 telah memproduksi dan menyuplai berbagai parts untuk industri otomotif nasional. Jadi, Wika bukan perusahaan baru di bidang manufaktur otomotif.
Gesits merupakan produk WIMA yang diklaim sebagai sepeda motor listrik karya anak bangsa. Gesits generasi pertama (G1) hadir atas prakarsa Kementerian Riset dan Teknologi bersama Institut Teknologi Sepuluh November (ITS).
"Gesits diproduksi di pabrik perakitan yang berada di Cilengsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Terdapat 162 komponen pada Gesits G1, yang 85 persen di antaranya diproduksi di dalam negeri. Hasil assessment bersama Surveyor Indonesia menyimpulkan TKDN (tingkat komponen dalam negeri) 46,74 persen," tutur Alwi.
Indonesia sendiri, kata Alwi, masuk tiga besar produsen sepeda motor --berbahan bakar fosil maupun listrik-- di Asia bersama Cina dan India.
Indonesia pasar besar sepeda motor. Kini terdapat tak kurang 140 juta kendaraan bermotor roda dua yang beroperasi di jalan. Penjualan sepeda motor baru antara 6-7 juta per tahun.
Berdasar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), masih ungkap Alwi, pemerintah menargetkan pemakaian kendaraan listrik mencapai 20 persen pada 2025.
"Target ini perlu diwujudkan karena 80 persen penggunaan bahan bakar fosil untuk transportasi. Termasuk sepeda motor yang jumlahnya sangat besar di Indonesia," ulas Alwi, yang lulusan S-2 Teknik Industri di Jerman.
Efisiensi
Dimoderatori A.A. Fauzan Parewangi [Business Development PT PLN (Persero)], General Manager WIMA menegaskan peralihan budaya dari sepeda motor BBM penghasil emisi karbon ke listrik bukan cuma berwujud pelestarian lingkungan.
Keuntungan dan keandalan sepeda motor listrik, yakni efisiensinya yang mencapai sepertiga dibanding kendaraan sejenisnya yang berbahan bakar minyak.
Alwi mengemukakan perbandingan. Pada fuel engine assumption: service internal 4.000 km, one time service fee Rp125 ribu, use pertalite (Rp 7.650), average use of fuel per liter is 25 km.
Pada Gesits electric motorcycle: price per battery/unit Rp7,5 juta, optimal batteray lifetime to 5 years, PLN price per kWh Rp1.444, battery capacity per unit 1,4 kWh.
BACA JUGA: Indika Energy Meraba Bisnis Motor Listrik
"Karena kita tidak membutuhkan perawatan rutin, hanya memakai baterai 1,4 kWh, penghematan mencapai 60-70 persen. Perbandingan ini melalui jarak tempuh yang sama, dengan average pemakaian yang sama, umur lima tahun, tapi yang listrik cuma seharga 7,5 juta rupiah," ujar Alwi.
Tantangan
Berdasar berbagai studi, menurut Alwi, dicatat beberapa kendala atau tantangan pengembangan sepeda motor listrik. Pertama, permasalah rantai suplai part primer. Kedua, harga baterai untuk pergantian setelah masa pakainya berakhir, relatif mahal. Ketiga, super engine-nya masih impor, padahal Indonesia pasti mampu memproduksinya.
Alwi mengemukakan sebagian besar warga membayangkan sepeda motor listrik bakal mogok setelah menempuh jarak antara 60 ribu-80 ribu. Memang harus diakui charging point masih sangat minim, termasuk di ibu kota negara, Jakarta. Meski demikian, jarak tempuh pengguna sepeda motor umumnya sebenarnya paling jauh 50 km setiap hari.
"Perlu perubahan mind set. Ada kekhawtiran berlebihan, walaupun soal waktu pengisian daya yang relatif lama dan baterai yang cepat rusak benar adanya, Kebutuhan energy supply ecosystem perlu disiapkan," Alwi menambahkan.
Dia berharap stakeholders terus meningkatkan sinerginya untuk mengatasi kendala tersebut. Gesits sendiri membutuhkan beberapa sarana pendukung guna menjadikan sepeda motor listrik ini menjadi pemain utama di rumah sendiri. (RE)
0 Komentar
Berikan komentar anda