
Listrik Indonesia | Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia cukup masif di tengah PLN mengalami surplus energi. Kondisi ini dikhawatirkan akan menjadi boomerang bagi PLN, terutama bagi pembangkit berbahan bakar fosil yang saat ini marak dibangun.
Direktur Aneka Energi baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris Yahya mengakui, pengembangan EBT ini dilakukan dalam waktu jangka panjang dan tdak berujung. Sementara, kondisi surplus energi yang dialami PLN hanya sementara karena pandemi covid-19 yang berdampak pada tidak terserapnya pasokan energ di beberapa wilayah.
“Kalau bicara kondisi saat ini dimana PLN mengalami surplus daya, mungkin hanya beberapa tahun. Karena pembangkit 35 ribu yang ada sudah COD, bahkan beberapa tahun ke depan akan ada COD. Dan kita tahu bahwa saat ini, demand kita menurun,” ujar Harris dalam sebuah webinar, akkhir pekan lalu.
Menurutnya, PLN telah menyatakan diri akan bisa recovery dalam 2 tahun. Sehingga, pada tahun 2022 kondisi supply and demand energ akan kembali seimbang. Pihaknya memastikan, pengembangan EBT tetap diperlukan untuk menunjang kebutuhan energi di masa mendatang.
“Tapi, EBT ini kondisi jangka panjang. Karena demand kita akan terus tumbuh. Meskipun sekarang tumbuhnya hanya 5 persen, kita ke depan tetap butuh pembangkit (EBT). EBT tetap kita kejar, tidak harus melalui RUPTL, di RUPTL juga mungkin terbatas penambahannya, apalagi di Jawa yang sedang over supllay. Tapi daerah lain masih besar untuk kita kembangkan EBT ini. Saya yakin, kita masih punya potensi daerah lain yang bisa kita kembangkan EBT-nya,” kata Harris.
Wakil Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN telah memiliki rencana besar dalam pemanfaatan EBT. Bahkan, pihaknya berencana meningkatkan dua kali lipat pembangunan pembangkit EBT dalam lima tahun ke depan.
"Kapasitas terpasang EBT saat ini baru mencapai 7,8 gigawatt. Kami akan double menjadi 16,3 gigawatt," kata pria yang akrab disapa Darmo ini.
Saat ini, pasokan listrik nasional masih didominasi oleh pembangkit listrik berbahan bakar fosil. PLN punya beberapa strategi untuk mendorong penggunaan EBT. Pertama, co-firing pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang telah beroperasi. Co-firing adalah mencampurkan bahan bakar olahan sebesar 5% dari total kebutuhan energi utama. PLN sedang mengembangkannya di PLTU Paiton berkapasitas dua kali 400 megawatt (MW) memakai olahan serbuk kayu. Di PLTU Ketapang kapasitas dua kali 10 megawatt dan PLTU Tembilahan kapasitas dua kali tujuh megawatt menggunakan olahan cangkang sawit.
Selain itu, program konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) menjadi pembangkit listrik tenaga biomassa. PLN mencatat terdapat 1,3 gigawatt yang dapat dikonversi. Terakhir, pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung dengan memanfaatkan bendungan yang sudah ada. Salah satu contoh proyeknya ada di Cirata, Jawa Barat. (pin)
0 Komentar
Berikan komentar anda