32 lokasi komersial program _co-firing_ di antaranya tersebar pada 13 lokasi PLTU di Jawa, 6 PLTU di Kalimantan, 4 PLTU di Sumatera, 5 PLTU di Sulawesi, 2 PLTU di Nusa Tenggara Timur dan 2 PLTU di Nusa Tenggara Barat. Dari hasil _co-firing_ ini, PLN dapat memproduksi listrik hijau setara 487 megawatt hours (MWh) dalam upaya mencapai target bauran energi 23 persen pada 2023.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menyampaikan PLN menargetkan ada 35 PLTU yang akan memakai teknologi _co-firing_ pada akhir tahun ini. Adapun kebutuhan biomassa untuk _co-firing_ sepanjang 2022 sebanyak 450 ribu ton, dengan target pengurangan emisi 340 ribu ton CO2.
"Program _co-firing_ merupakan salah satu upaya jangka pendek yang dilakukan PLN dalam mengurangi emisi karbon. Hal ini dikarenakan program _co-firing_ tidak memerlukan investasi untuk pembangunan pembangkit baru," tutur dia.
Hingga 2025, PLN menargetkan program co-firing dilakukan di 52 lokasi PLTU dengan total kapasitas 18.154 megawatt (MW) dengan kebutuhan biomassa 10,2 juta ton per tahun.
Untuk menjaga keberlangsungan pasokan biomassa, PLN telah merintis pembangunan rantai pasok melalui program pendampingan, _pilot project_ pengembangan skala kecil sampai dengan komersialisasi biomassa yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Bagi PLN, lanjut dia, _co-firing_ bukanlah upaya untuk mengurangi emisi saja. Melalui pemberdayaan masyarakat, teknologi _co-firing_ ini juga mengajak masyarakat terlibat aktif dalam penanaman tanaman biomassa bahkan ada pula yang mengelola sampah rumah tangga wilayahnya untuk dijadikan pelet sebagai bahan bakar pengganti batu bara.
“Jadi PLN bukan semata-mata menerapkan teknologi ini untuk mengurangi emisi saja. PLN sadar ada unsur ekonomi sirkular yang bisa membentuk ekosistem energi kerakyatan, di mana listrik ini dihasilkan dari kontribusi rakyat dan dinikmati kembali oleh rakyat,” imbuh Darmawan.
0 Komentar
Berikan komentar anda